Menjadi seorang kader IMM yang militan hendaknya memahami Tri Kompetensi Ikatan. Redaksi yang tertuang dalam tri kompetensi antara lain: Religiusitas, Intelektualitas dan Humanitas. Realisasi tri kompetensi tersebut dapat dilihat dari perilaku sehari-hari para kader. Oleh karena itu hendaknya setiap kader mempunyai ilmu untuk mengamalkan hal tersebut.
Menerjemahkan tri kompetensi ikatan bisa dilakukan oleh setiap kader berdasarkan pengalaman empiris masing-masing kader. Sebagai mana dalam tulisan ini, makna dari tri kompetensi dijelaskan antara lain: Religiusitas dimaknai sebagai purifikasi teologi, Intelektualitas dimaknai sebagai moderasi ilmu, dan Humanitas dimaknai sebagai menggembirakan masyarakat.
KH. A. Dahlan dalam menyebarkan dakwah Islam berusaha untuk membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Landasan dari tujuan tersebut adalah tertera pada surah Ali-Imran: 104 yang kemudian menjadi landasan teologis untuk memberantas TBC (Takhayul, Bid’ah Khurafat). Selain itu, makna dari purifikasi teologi menurut Ibnu Utsaimin yakni Mengenal Allah, mengenal Rasul-NYA, dan mengenal agama Islam.
Mengenal Allah, dengan hati, pengenalan yang membawa untuk menerima Syari’atnya. Tunduk dan taat kepada Allah, melalui risalah yang dibawa oleh Rasul-NYA. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan ayat syar’iyah yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, Serta memperhatikan ayat kauniyah yaitu berupa ciptaan-ciptaan-NYA.
Mengenal Rasulullah Muhammad, dengan pengetahuan yang dapat membawa diri untuk menerima petunjuk dan Risalah yang dibawa beliau. Membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan serta apa yang beliau peringatkan dalam Sunnah beliau.
Mengenal Agama Islam, makna Islam secara umum ialah beribadah kepada Allah dengan Syariatnya, sejak Allah mengutus Rasul pertama hingga hari kiamat kelak. Namun secara khusus, yaitu Islam sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam, serta dengan sepenuh hati menjalankan syari’at Islam karena Islam adalah agama yang Haq. Sebagaimana disebutkan dalam Ali-Imran:19. ”Sesungguhnya agama yang di Ridha’I Allah adalah Islam”.
Moderasi Ilmu
Landasan teologis dalam moderasi ilmu adalah berangkat dari surah Al-baqarah ayat 143, dimana Allah jadikan umat islam sebagai umat pertengahan. Pertengahan disini dimaksudkan untuk dapat bijaksana dalam menyikapi berbagai macam hal termasuk bijaksana dalam mengambil ilmu dan menerapkan amal. Dalam perkembangan masa modern, wacana keilmuan memunculkan berbagai macam perdebatan yang meruncing. Bukan hanya perkara yang umum (Sains) namun masuk ke ranah agama (Teologi). Selanjutnya para cendekiawan dalam memandang suatu ilmu juga ditinjau dari dua sudut pandang yaitu melalui sudut pandang Barat dan Timur.
Dalam penyelarasan dan menyikapi hal tersebut hendaknya seorang kader lebih bersikap moderat dalam menerjemahkan terminology dan juga menggunakan sudut pandang. Moderasi ilmu perlu dilakukan agar kader mampu mewujudkan perilaku amal yang ilmiah dan ilmu yang amaliah, serta tidak terjebak pada suatu pemikiran yang sekuler, maupun radikal.
Menggembirakan Masyarakat
Persoalan yang dihadapi manusia, silih berganti dan tiada henti. Umat manusia senantiasa dihantam oleh polemic yang mereka harus memecahkan dan menemukan jalan keluar masing masing. Beberapa orang mungkin berhasil keluar dari lubang jarum yang kecil, namun sebagian yang lain terkadang gagal untuk melewatinya. Hadirnya kader di tengah masyarakat hendaknya menjadi kabar gembira disetiap lini masyarakat. Keadaaan tersebut merupakan implementasi dari spirit profetik yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Abdul halim sani menyebutkan proses transformasi profetis yaitu:
1. Refleksi belajar dari pengalaman
Seorang kader hendaknya mampu untuk merefleksikan dirinya dalam setiap tindakan, berdasarkan pengalaman yang mereka punya. Sebagai mana kisah para terdahulu seperti kisah Buya Hamka yang beliau dipenjara. Meskipun dalam kurungan namun beliau masih bisa berkarya dan menuliskan gagasan dan ide-ide beliau. Sehingga masyarakat dapat mengambil ilmu dari yang beliau sampaikan melalui tulisan.
2. Dialogis
Seorang kader merupakan mediator antara penguasa dan masyarakat. Oleh karena itu dalam hal ini hubungan timbal balik dalam perkara positif harus dimiliki kader. Kecakapan berbicara dan juga luasnya wawasan menjadi kunci keberhasilan dalam menggembirakan masyarakat.
3. Kontekstualisasi doktrin agama
Pekara sosial senantiasa bersifat dinamis dan mengalami kejadian-kejadian baru yang sebelumnya belum terdapat kaidah hukum yang pasti. Oleh karena itu dalam menyikapi modernitas, seorang kader memiliki rasa keterbukaan yang di selaraskan dengan prinsip ideologi. Dalam perkara teologi sebaiknya dilaksanakan semurni-murninya. Namun dalam tindakan sosial kader membawa spirit Islam progressive (berkemajuan) sehingga tidak menyebabkan keterbelakangan dan komunikasi yang kolot dalam masyarakat.4
Pada akhirnya, purifikasi teologi, moderasi ilmu dan menggembirakan masyarakat merupakan sarana untuk mencapai ridha-Nya Allah Subhanahu wata’ala. Seseorang pasti akan meninggalkan dunia yang fana ini dan seseorang juga berhak memiliki kebahagiaan. Jadi, seoarang tatkala meninggalkan dunia ini dalam kondisi kebahagiaan murapakan keniscayaan yang harus diperjuangkan. Oleh karena itu, mudah mudahan dengan berlandaskan tri kompetensi tersebut Ridha Allah dapat tercapai. Aamiin
Billahi fii sabili haq fastabiqul khairat
Referensi :
Abdul Halim Sani, 2017, Manifesto Gerakan Intelektual Profetik, Surakarta: Muhammadiyah University Press
Achmad Maimun Syamsudin, 2012, Integrasi Agama &Sains, Jogjakarta: Divapress
Ibnu Utsaimin, 2013, Syarhu ats tsalatsatil ushul, Sukoharjo: Maktabah Al-Ghuroba
Dikelola oleh:
Mu'thi Farhan
Kader IMM PK Ibrahim / Kordinator Komisariat Ahmad Dahlan IAIN Purwokerto Bidang Eksternal
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester 8
Belum ada tanggapan untuk "Purifikasi Teologi, Moderasi Ilmu, Menggembirakan Masyarakat"
Posting Komentar